Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Serius’ Category

3 Hablumminannas Utama

Terdapat beberapa perintah Allah untuk ummatNya dalam Alquran yang disebutkan dengan berulang-ulang. Diantara perintah itu setidaknya ada 3 (tiga) amalan yang berhubungan dengan sesama makhluk (hablumminannas) yang Allah wajibkan setelah Allah mewajibkan amalan kepadaNya (habbluminnallah) . Menarik kita simak adalah kalimat yang digunakan dalam firmanNya menggunakan kalimat majemuk setara. Ketiganya adalah :

1. Beriman dan beramal shaleh.

2. Tidak menyekutukan Allah dan berbuat baik kepada kedua orang tua.

3. Dirikan shalat dan tunaikan zakat.

Jika tafsirkan dengan “ekstrim” dari ketiganya akan kita dapati hal-hal yang bisa membuat kita merinding yaitu :

1. Tidak dianggap beriman seseorang bila tidak mengerjakan amal shaleh.

2. Orang yang tidak berbuat baik kepada kedua orang tuanya bisa dianggap menyekutukan Allah.

3. Tidak termasuk orang ayang mendirikan shalat bila seseorang yang mampu tapi membayar zakat.

Wa Allah ‘alam

Read Full Post »

Dari abu Al-Abbas sahl bin Sahl bin sa’d As-sa’idi r.a berkata bahwa seorang laki-laki telah datang kepada nabi SAWW dan berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkan aku suatu amal jika aku lakukan aku akan dicintai Allah dan dicintai oleh manusia”. Kemudian Rasulullah SAWW bersabda, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya dicintai Allah, dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki orang lain, niscaya mereka akan mencintaimu”. ( hadist hasan diriwayatkan oleh ibnu majah dan yang lainnya dengan sanad hasan ).
Tentang pengertian zuhud saya mencoba merujuk kepada pendapat imam A’li r.a yaitu :”Seandainya seorang mengambil semua apa yang ada di bumi dan dengannya ia berkehendak menuju kepada Allah, maka ia adalah orang yang zuhud, dan seandainya meninggalkan semuanya — tidak ditujukan kepada Allah, ia bukan orang yang zuhud.”
Dari perkataan imam Ali r.a di atas jelaslah bahwa zuhud diartikan sebagai pemanfaatan seluruh potensi duniawi yang mampu kita capai hanya untuk tujuan akhirat. Dengan kata lain akhirat lah yang lebih diutamakan dari pada kepentingan duniawi. Terlebih kepentingan duniawi yang bisa menjauhkan kita dari tujuan akhirat.
Dalam kehidupan kita sehari-hari seseorang yang miskin secara duniawi bisa jadi dia seorang yang sedang ber-zuhud tetapi tidak setiap hidup miskin itu pasti zuhud. Sebaliknya bisa saja seorang yang kaya raya itu sedang ber-zuhud tetapi untuk hidup zuhud tidak perlu harus kaya secara duniawi. Artinya hidup zuhud lebih menitik beratkan kepada tujuan hidup ketimbang ukuran yang sifatnya fisik.
Terakhir ingin saya petik firman Allah dalam surat Alanfal ayat 28 yang berbunyi: “Dan ketahuilah olehmu bahwa hartamu dan anak-anakmu hanyalah sebagai ujian dan cobaan (hidup di akhirat) dan sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar.”
Wa Allah a’lam

Read Full Post »

Hidup memang penuh dinamika, kadang kita berada di atas, namun tak jarang kita berada di bawah. Suatu saat kita dilimpahi dengan kesenangan dan kenikmatan duniawi, seperti mendapat keuntungan besar dalam perdagangan, mendapat pujian, naik jabatan, dsb. Dan di saat lainnya kita dihadapkan pada situasi sulit yang menghimpit dada, seperti terbelit hutang, mendapat fitnah, ditinggalkan oleh keluarga yang kita cintai, kehilangan barang, dsb. Di saat-saat ini, dunia terasa sempit bagi kita, ingin rasanya hati ini menjerit sekuat tenaga untuk menghalau beban yang menyesakkan, berusaha mencari sedikit ruang untuk bernapas dengan lega.

Tak jarang permasalahan dalam kehidupan ini mampu membutakan manusia. Hati dan penglihatannya menjadi gelap, sedang telinganya tersumbat. Ia tidak dapat membedakan lagi antara yang benar dan yang batil, yang ada dalam pikirannya hanyalah keinginan untuk melampiaskan kemarahan dan kesedihan hatinya. Ia tidak lagi memandang permasalahan yang dihadapinya dengan perspektif yang benar. Akibatnya, ia melakukan hal-hal yang berakibat sangat fatal, dan inilah yang banyak terjadi di sekeliling kita. Sudah terlalu sering kita mendengar, membaca, atau melihat melalui media massa berbagai kejadian mengenaskan di mana kehidupan seorang manusia sudah tidak ada artinya lagi. Sudah bosan kita dicekoki dengan pemberitaan mengenai tindakan zalim seorang ayah terhadap anaknya, anak terhadap ibunya, seorang anak terhadap temannya, dsb.

Lalu mengapakah manusia harus dihadapkan pada situasi semacam ini?

Mari kita kaji satu ayat dalam Al-Quran, di mana Allah berfirman,

QS. Al-Baqarah : 214
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah?”. Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”

Demikianlah hakikat kehidupan, Saudaraku. Sesungguhnya tidak diturunkan manusia di bumi ini melainkan Allah berkehendak menguji, siapa di antara kita yang beriman, dan siapa di antara kita yang ingkar. Iman memang mudah diucapkan oleh lisan, tetapi untuk membuktikannya dibutuhkan perjuangan yang berat. Sejarah telah menceritakan kepada kita bagaimana Allah menguji umat-umat sebelum kita dengan cobaan yang dahsyat, tanpa terkecuali. Al-Quran menyebutkan kisah-kisah kaum terdahulu, bagaimana para nabi dan rasul beserta pengikutnya berjuang melawan kezaliman.

Lalu, apabila orang-orang yang beriman selalu diuji atas keimanan mereka, di manakah letak keadilan?

Ayat di atas telah menjelaskan bahwa surga adalah balasannya. Sesungguhnya dunia ini hanyalah sementara, sedangkan kehidupan yang sesungguhnya lagi kekal adalah kehidupan akhirat. Di sana segala amal baik dan buruk diperhitungkan dengan tepat tanpa menyisakan satu amal pun yang terlewat. Setiap amal baik akan mendekatkan manusia ke surga, sedangkan setiap amal yang buruk akan mendekatkan manusia ke neraka. Segala urusan yang tidak tuntas di dunia akan diselesaikan Allah dengan seadil-adilnya di akhirat. Itulah mengapa Islam datang pertama kali dengan seruan kepada manusia untuk meyakini adanya kehidupan akhirat.

Bagaimanakah manusia yang lemah dan terbatas ini mampu melalui cobaan-cobaan itu?

Sesungguhnya Allah telah menjanjikan pertolongan kepada Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya. Pertolongan Allah itu amat dekat. Ia pasti datang dan menyelamatkan manusia.

Namun dengan apa manusia meminta pertolongan kepada Allah ketika ditimpa cobaan?

QS. Al-Baqarah : 153-157
“Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Marilah kita renungkan, Saudaraku, bagaimana Nabi Nuh as berjuang menegakkan kalimat Allah selama hampir 1000 tahun, dan beliau tidak mendapatkan bersamanya pengikut melainkan sebagian kecil manusia saja? Bagaimana Nabi Ayub as menghadapi sakit yang dideritanya, bagaimana Nabi Yusuf as menghadapi kedengkian saudara-saudaranya, godaan Zulaikha, dan fitnah yang ditimpakan atas dirinya? Lalu bagaimana yang terjadi dengan Rasulullah saw bersama kaum mukmin menghadapi cobaan yang datang dari kaum Quraisy? Mereka tidak hanya mendustakan ajaran yang dibawa Rasulullah saw, tetapi mereka juga menyiksa, mengintimidasi, memfitnah, bahkan mereka bermaksud membunuh Rasulullah saw.

Dengan apakah, wahai Saudaraku, para hamba pilihan Allah bersama pengikutnya itu menghadapi cobaan yang begitu berat, sampai akhirnya mereka memperoleh kemenangan yang mutlak? Tidak lain dengan kesabaran. Sabar merupakan senjata menghadapi berbagai masalah kehidupan. Bahkan ketika cobaan itu merenggut jiwa dari badannya, sesungguhnya orang-orang yang gugur dalam iman kepada Allah, gugur dalam memperjuangkan agama Allah, mereka itu hidup dan mendapat ridha Allah.

Cobaan adalah sesuatu yang tidak terhindarkan dalam kehidupan. Maka janganlah apa-apa yang ‘seolah-olah’ kita miliki di dunia ini, baik itu harta, jiwa, kedudukan dan anak-anak kita membutakan mata hati kita. Hakikatnya semua itu bukanlah milik kita. Semua itu hanyalah titipan Allah, yang sewaktu-waktu bisa diambil oleh pemiliknya. Bahkan tidak ada setitik debu pun di dunia ini yang menjadi milik kita. Lalu apakah kita akan menghalangi Sang Pemilik untuk mengambil apa yang menjadi hak dan wewenangnya? Na’udzubillaah.

Tidak ada daya dan kekuatan kita untuk melawan apa yang telah menjadi ketetapan Allah. Segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Saudaraku, ingatlah konsep kepemilikan ini setiap saat dalam hidup kita, insya Allah kita akan mendapat kemudahan untuk tetap berada dalam kesabaran ketika menghadapi berbagai macam cobaan.

Namun kesabaran dalam Islam tidaklah berarti menyerah kepada keadaan, menerima setiap perlakuan dan penindasan. Sabar meliputi ikhtiar dengan niat mencari ridha Allah semata. Hidup adalah sebuah perjuangan, dan ibarat sebuah perjuangan, sabar adalah strategi menghadapi musuh yang di dalamnya terdapat teknik bertahan dan menyerang. Keduanya harus digunakan pada saat yang tepat. Tidak selamanya perjuangan berarti penyerangan ke garis batas musuh, bisa jadi kita memerlukan waktu untuk bertahan, bahkan mengambil langkah mundur sesaat. Akan tetapi kita harus terus menghinpun kekuatan dan menyusun langkah hingga kita bisa menembus pertahanan musuh dan memperoleh kemenangan. Niatkanlah semuanya karena Allah.

Saudaraku, sesungguhnya kemenangan itu telah pasti dijanjikan Allah kepada orang-orang yang sabar. Teguhkan iman, sesungguhnya Allah begitu mengasihi hamba-hamba-Nya yang bersabar. Sambutlah datangnya pertolongan Allah dan kemenangan yang telah dijanjikan, berupa kebahagiaan kehidupan yang kekal, kehidupan akhirat.

“Apabila telah Ku-bebankan kemalangan (bencana) kepada salah seorang hamba-Ku pada badannya, hartanya, atau anaknya, kemudian ia menerimanya dengan sabar yang sempurna, Aku merasa enggan menegakkan timbangan baginya pada hari kiamat atau membukakan buku catatan amalan baginya.”
(HQR. Al-Qudlani, Ad-Dailani, dan Al-Hakimut Turmudzi dari Anas ra)

QS. Ali Imran : 200
“Hai orang-orang yang beriman, berlaku sabarlah dan perkuat kesabaran di antara sesama kalian, dan bersiap-siaplah kalian serta bertaqwalah kepada Allah supaya kalian memperoleh kemenangan.”

QS. Al-Fajr : 27-30
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhan-mu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surgaku.”

( dari : Diah )

Rujukan :
1. Al-Qur’anul Karim
2. “Kumpulan Hadits Qudsi”, KH M. Ali Usma, H. A. A. Dahlan, Prof. Dr. H. M. D. Dahlan, CV Diponegoro Bandung.

Read Full Post »